PAHLAWAN (10 november)


Hasil gambar untuk gambar pahlawan indonesia 






Sejarah Munculnya Istilah Pahlawan

Istilah kata ‘pahlawan’ di dunia ini telah ada lama sekali. Jauh sejak jaman Yunani kuno. Pada awalnya konsep pahlawan sendiri muncul di bidang kesusastraan klasik. Kata pahlawan, atau ‘hero’ pada masanya merujuk pada satu sosok atau karakter utama dalam sebuah karya sastra.
Hero adalah mereka yang bertindak menghadapi bahaya, melawan segala bentuk kemunkaran dengan kemampuan yang tinggi, keberanian, dan kekuatan. Hero ini juga sering digambarkan sebagai orang yang rela mengorbankan kepentingan pribadinya demi sesuatu yang lebih baik.
Istilah ini muncul di dalam karya sastra karna sebuah pandangan. Bahwa sebuah karya sastra selalu menceritakan dua sisi yang berbeda dan bertolak belakang. Baik dan buruk. Benar dan salah.
Sementara manusia pada era itu memerlukan sosok yang dapat menjadi harapan semua kalangan. Membawa terang bagi jaman yang ketika itu dapat mereka kendalikan. Melalui karya sastra inilah sosok tersebut dihadirkan.

Tapi definisi pahlawan ini terus berubah seiring waktu, menyesuaikan diri dengan perubahan jaman. Pandangan manusia dan filosofinya juga ikut membentuk definisi pahlawan itu sendiri. beberapa contoh figur yang dianggap sebagai pahlawan di dunia global sangat beragam. Mulai dari tokoh mitologi Yunani kuno, seperti Gilgamesh, Iphigenia, dan Achilles, sampai tokoh sejarah, seperti Joan of Arc, dan pahlawan masyarakat modern, seperti Mahatma Gandhi.
Lebih modern lagi pahlawan hadir dalam masyarakat kita. Dekat sekali dengan kehidupan sehari-hari. Contohnya saja tentara, polisi, dan pemadam kebakaran. Meski tidak semua bertindak atas nama kebenaran, tetapi dedikasi beberapa orang dalam profesi tersebut membuat mereka patut diberi gelar ‘pahlawan’ masa kini.



 Hasil gambar untuk gambar peristiwa rengasdengklok

Peristiwa Rengas Dengklok 16 Agustus 1945

Peristiwa Rengasdengklok-merupakan peristiwa penculikan yang dilakukan oleh para golongan pemuda pemuda antara lain Soekarni, Wikana, dan Chaerul Soleh terhadap Soekarno dan Hatta. Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat dilaksanakanya proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai adanya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr. Achmad Soebardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan terutama setelah Jepang kalah dalam Perang Pasifik peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB,.

Peristiwa Rengasdengklok berawal ketika Marsekal terauci selaku Panglima Angkatan Perang Jepang di kawasan Asia Tenggara memanggil Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Radjiman Widiodiningrat agar datang ke Dalath,Vietnam untuk mendapatkan janji kemerdekaan. Dr. Radjiman Widiodiningrat turut dipanggil ke Dalath dalam kepastiannya sebagai ketua BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan Kemerdekaam Indonesia/Dokuritsu Junbi Cosakai. Mereka bertolak ke Dalath tanggal 9 Agustus 1945 sedangkan pertemuan dengan Marsekal Terauci baru dilangsungkan pada tanggal 12 Agustus 1945.

Sementara itu,berita penyerahan Jepang kepada Sekutu didengar oleh Sutan Syahrir dan para pemuda yang termasuk orang orang Menteng Raya 31 Jakarta antara lain Chaeril Saleh, Abu Bakar Lubis, dan Wikana melalui radio Amerika Serikat. Berkait dengan hal tersebut,Golongan muda mengadakan rapat disalah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan timur Jakarta.
Rapat tersebut dipimpin oleh Chaerul Saleh yang menghasilkan keputusan tuntutan-tuntutan golongan muda yang menegaskan bahwa kemerdekaan indonesia adalah hal dan soal rakyat Indonesia sendiri, tidak dapat digantungkan kepada bangsa lain. Hubungan dan janji kemerdekaan harus diputus, dan sebaliknya perlu mengadakan pertemuan dengan Ir. Soekarno dan Drs. M. Hatta agar kelompok pemuda diikutsertakan dalam menyatakan proklamasi.

Bung Karno dan Bung Hatta yang baru pulang menghadap Marsekal Terauci di Dalath Vietnam tanggal 15 Agustus 1945, pada pukul 22.00 WIB didesak oleh kelompok pemuda yang dipimpin oleh Wikana dan Darwis yang mewakili kelompok muda untuk segera memproklamasikan negara Indonesia, tetapi Bung Karno dan Bung Hatta(Golongan Tua)belum bersedia karena akan mencari kebenaran resmi berita tersebut dan membicarakan pelaksanaan proklamasi dalam rapat PPKI.
Perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda tersebut menjadi penyebab terjadinya peristiwa Rengasdengklok. Para pemuda pada pukul 04.00 tanggal 16 Agustus 1945 segera menculik atau mengamankan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok , sebuah kota kecil yang terletak diutara karawang, Jawa Barat. Tokoh tokoh pemuda yang menculik diantaranya Soekarni, Yusuf Kunto, dan Syudanco Singgih. Tujuannya adalah untuk menjauhkan Bung Karno dan Bung Hatta dari segala pengaruh jepang. Daerah Rengaadengklok ini sudah dikuasai sepenuhnya oleh pasukan PETA yang dipimpin oleh Syudanco Subeno.

Sejarah Peristiwa Rengasdengklok Hingga Proklamasi Kemerdekaan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peristiwa Rengasdengklok memiliki arti penting yang menunjukan bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak dikendalikan atau merupakan hadiah dari Jepang, melainkan ditentukan oleh Bangsa Indonesia sendiri. Disamping itu peristiwa tersebut mampu menyatukan pendapat Golongan Tua dan Golongan Muda dalam menentukan waktu pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan.

Hasil gambar untuk gambar peristiwa rengasdengklok

PERUMUSAN TEKS PROKLAMASI
Peristiwa Rengasdengklok Hingga Proklamasi Kemerdekaan
Sekembalinya dari Rengasdengklok ,Bung Karno, Bung Hatta, Achmad Soebardjo,dan para pemuda menuju ke rumah Laksamana Maeda di jalan Imam bonjol no.1 Jakarta, pukul 23.00 tanggal 16 Agustus 1945 untuk menyusun teks Proklamasi. Sebelumnya Bung Karno dan Bung Hatta menemui mayjend Nisyimura untuk menjajagi sikapnya tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Dengan agak segan Nisyimura tidak menghalanginya asal tidak ada sikap anti Jepang.
Di ruang makan rumah Laksamana Maeda, naskah proklamasi dirumuskan oleh Ir. Soekarno, Drs. Mahammad Hatta, Mr. Achmad Soebardjo, Sayuti Melik, Soekarni, dan Sudiro. Dalam perumusan tersebut , Ir. Soekarno bertugas sebagai penulis, Drs. Mohammad Hatta dan Mr. Achmad Soebardjo yang menyusun kalimatnya sebab bahasa Indonesia mereka lebih baik. Sementara itu, Sayuti Melik, Soekarni, dan Sudiro turut menyaksikan jalannya penyusunan.

SUMBER: http://yayasanakudansukarno.com

 

You Might Also Like

0 komentar